Thursday, November 1, 2012

GURINDAM 12 : Puisi Lama Sarat Nasehat Buah Karya Raja Ali Haji

By :  C.M.I > Gurindam 12
 
Raja+Ali+Haji.png


Puisi, sebagaimana yang kita pahami bersama, adalah ragam tulisan sastra yang menjadi media penyampaian perasaan dan pikiran. Agar dapat mengena di hati para pembaca atau pun pendengarnya, maka puisi mendaya-gunakan seni pengolahan kata dengan memperhatikan aspek-aspek estetika kebahasaan (keindahan bunyi, intonasi dalam pengucapan kata dan diksi yang sarat makna).
Ada pun puisi lama yang terdiri dari bentuk syair, pantun, seloka, gurindam, gazal, masnu'i, ruba'i, kut'ah, dan rubaiyat merupakan karya sastra yang menyampaikan pandangan para pujangga lama (sejak zaman Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi wafat tahun 1850, sekitar abad ke XIX, dan abad ke XX terjadi perubahan besar dalam bentuk maupun isi karya sastra Indonesia khususnya jenre puisi akibat pengaruh hempasan gelombang kebudayaan luar terutama Eropa Barat) mengenai apa yang tengah terjadi di tengah masyarakatnya.
Saya kira tak terlalu perlu untuk melihat latar belakang historis tentang puisi lama ini secara lebih terperinci. Sebab yang akan menjadi pokok pembicaraan utama yang ingin saya kemukakan di sini adalah mengenai Gurindam 12 : Salah Satu Bentuk Puisi Lama, Sarat Makna yang menjadi judul artikel ini.
Baiklah kita mulai saja dengan melihat dan mengenali apa sebenarnya 'Gurindam' tersebut. Kita tahu bahwa sesuatu hal akan sangat menarik bila mampu menyita perhatian kita semua. Sebagai contoh, ketika saya melihat seseorang yang memiliki tampilan fisikal yang elok dengan kepribadian yang kuat dan matang, saya akan langsung tertarik untuk mengenalnya lebih jauh lagi. Perumpamaan tersebut sama lah kiranya saat kita melihat contoh karya sastra lama Gurindam 12 karya Raja Ali Haji. Selain pilihan katanya yang indah, juga memiliki kedalaman makna yang terkandung di dalamnya. Maka dari itu sebelum kita memulai pembahasan mengenai 'Gurindam', saya mengajak saudara sekalian untuk menikmati sekaligus menyimak betapa bagusnya karya yang telah digubah oleh Pujangga Lama berasal dari Riau berikut ini.
GURINDAM 12 Karya Raja Ali Haji


Pasal I


Barang siapa mengenal yang empat,
maka dia itu lah orang ma' rifat.
Barang siapa mengenal  Allah,
suruh dan tegahnya tiada ia menyalah.
Barang siapa mengenal diri,
maka telah mengenal akan Tuhan Yang Bahari.
Barang siapa mengenal dunia,
tahulah dia barang yang terpedaya.
Barang siapa mengenal akhirat,
tahulah dia dunia melarat.

Pasal II

Apabila terpelihara mata,
sedikit cita-cita.
Apabila terpelihara kuping,
kabar yang jahat tidaklah damping.
Bersungguh-sungguh engkau memeliharakan,
tangan dari segala berat ringan.
Apabila perut terlalu penuh,
keluarlah fi'il yang tiada senonoh.
Hendaklah peliharakan kaki,
daripada berjalan yang membawa rugi.

Pasal III

Hati itu kerajaan di dalam tubuh,
jikalau zalim segala anggota pun rubuh.
Apabila dengki telah bertanah,
datanglah dari padanya beberapa anak panah.
Mengumpat dan memuji hendaklah pikir,
di situlah banyak orang tergelincir.
Pekerjaan marah jangan dibela,
nanti hilang akal di kepala.
Jika sedikit pun berbuat bohong,
boleh di umpamakan mulutnya pekong.

Pasal IV

Barang siapa mengenal yang tersebut,
tahulah ia makna takut.
Barang siapa meninggalkan sembahyang,
seperti rumah tidak bertiang.
Barang siapa meninggalkan puasa,
tidaklah dapat dua termasa.
Barang siapa meninggalkan zakat,
tidaklah hartanya beroleh berkat.
Barang siapa meninggalkan haji,
tidaklah ia menyempurnakan janji.

Pasal V

Jika hendak mengenal orang yang berbangsa,
lihat kepada budi dan bahasa.
Jika hendak mengenal orang yang berbahagia,
sangat memeliharakan yang sia-sia.
Jika hendak mengenal orang yang mulia,
lihatlah kepada kelakuan dia.
Jika hendak mengenal orang yang berakal,
di dalam dunia mengambil bekal.
Jika hendak mengenal orang yang baik perangai,
lihat kepada ketika bercampur dengan orang ramai.

Pasal VI

Cari olehmu akan sahabat,
yang boleh dijadikan obat.
Cari olehmu akan guru,
yang boleh tahukan tiap seteru.
Cari olehmu akan kawan,
pilih segala orang yang setiawan.
Cari olehmu akan abdi,
yang ada baik sedikit budi.

Pasal VII

Apabila banyak berkata-kata,
di situlah jalan masuk dusta.
Apabila banyak bersuka-suka,
itulah tanda hampir duka.
Apabila kita kurang siasat,
itulah tanda pekerjaan akan sesat.
Apabila anak tiada dilatih,
jika besar bapaknya letih.
Apabila banyak mencela orang,
itulah tanda dirinya kurang.

Pasal VIII

Barang siapa khianat kepada dirinya,
apa lagi kepada lainnya.
Kepada dirinya ia aniaya,
orang itu jangan kau percaya.
Lidah yang suka membenarkan dirinya,
daripada yang lain dapat kesalahannya.
Kejahatan diri sembunyikan,
kebaikan diri diamkan.
Keaiban orang jangan dibuka,
keaiban diri hendaklah sangka.

Pasal IX

Kejahatan seorang perempuan tua,
itulah iblis punya punggawa.
Kebanyakan orang muda-muda,
di situlah setan tempat tergoda.
Adapun orang tua yang hemat,
setan tak suka membuat sahabat.
Jika orang muda kuat berguru,
dengan setan jadi berseteru.

Pasal X

Dengan bapak jangan durhaka,
supaya Allah tidak murka.
Dengan ibu hendaklah hormat,
supaya badan dapat selamat.
Dengan anak janganlah alpa,
supaya malu jangan menimpa.
Dengan kawan hendaklah adil,
supaya tangan jadi kepil.

Pasal XI

Hendaklah berjasa
kepada yang sebangsa.
Hendak jadi kepala,
buang perangai yang cela.
Hendaklah memegang amanat,
buanglah khianat.
Hendaklah dimalui,
jangan melalui.
Hendak ramai,
murahkan perangai.

Pasal XII

Raja bermufakat dengan menteri,
seperti kebun berpagar duri.
Betul hati kepada raja,
tanda jadi sebarang kerja.
Hukum adil kepada rakyat,
tanda raja beroleh inayat.
Kasihan orang yang berilmu,
tanda rahmat atas dirimu.
Hormat akan orang yang pandai,
tanda mengenal kasa dan cindai.

Setelah membaca karya termasyhur Raja Ali Haji ini mungkin hati kita dibuatnya terpikat. Tetapi, untuk menguatkan ikatan ketertarikan rasa estetis dan keingintahuan kita itu; ada baiknya kita mengenal juga siapa pujangga besar ini.

Raja Ali Haji (1809 - 1872) adalah seorang ulama, budayawan, dan penulis dengan karya yang bernuansa melayu Riau. Beliau lahir sekitar tahun 1809 di Pulau Penyengat, yang saat itu menjadi pusat keilmuan Melayu Islam penting di abad ke 19. Wafat dalam usia 63 tahun (1872) dan dimakamkan tanah kelahirannya pula.

No comments:

Post a Comment