Beberapa Cara Shalat Malam yang dikerjakan Rasulullah shallallahu `alaihi wa allam
Dari hadits-hadits dan riwayat yang ada dapat disimpulkan bahwa Nabi shallallahu `alaihi wa sallam mengerjakan shalat malam dan witir lengkap berbagai cara:
Pertama.
Shalat 13 rakaat dan dimulai dengan 2 rakaat yang ringan.
Berkenaan dengan ini ada beberapa riwayat:
a. Hadits Zaid bin Khalid al-Juhani bahwasanya berkata: “Aku perhatikan shalat malam Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam. Yaitu (ia) shalat dua rakaat yang ringan kemudian ia shalat dua rakaat yang panjang sekali. Kemudian shalat dua rakaat, dan dua rakaat ini tidak sepanjang dua rakaat sebelumnya, kemudian shalat dua rakaat (tidak sepanjang dua rakaat sebelumnya), kemudian shalat dua rakaat (tidak sepanjang dua rakaat sebelumnya), kemudian shalat dua rakaat (tidak sepanjang dua rakaat sebelumnya), kemudian witir satu rakaat, yang demikian adalah tiga belas rakaat.” (Diriwayatkan oleh Malik, Muslim, Abu Awanah, Abu Dawud dan Ibnu Nashr)
b. Hadits Ibnu Abbas, ia berkata: “Saya pernah bermalam di
kediaman Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam suatu malam, waktu itu
beliau di rumah Maimunah radliyallahu anha. Beliau bangun dan waktu
itu telah habis dua pertiga atau setengah malam, kemudian beliau pergi
ke tempat yang ada padanya air, aku ikut berwudlu bersamanya, kemudian
beliau berdiri dan aku berdiri di sebelah kirinya maka beliau pindahkan
aku ke sebelah kanannya. Kemudian meletakkan tangannya di atas
kepalaku seakan-akan beliau memegang telingaku, seakan-akan
membangunkanku, kemudian beliau shalat dua rakaat yang ringan. Beliau membaca Ummul Qur’an pada kedua rakaat itu, kemudian beliau memberi salam kemudian beliau shalat hingga sebelas rakaat dengan witir, kemudian tidur. Bilal datang dan berkata: Shalat Ya Rasulullah! Maka beliau bangun dan shalat dua rakaat, kemudian shalat mengimami orang-orang. (HR. Abu Dawud dan Abu `Awanah dalam kitab Shahihnya. Dan asalnya di Shahihain)
Ibnul Qayim juga menyebutkan hadits ini di Zadul Ma`ad 1:121 tetapi
Ibnu Abbas tidak menyebut bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam
memulai shalatnya dengan dua rakaat yang ringan sebagaimana yang
disebutkan Aisyah.
c. Hadits Aisyah, ia berkata: Adalah Rasulullah shallallahu
`alaihi wa sallam apabila bangun malam, memulai shalatnya dengan dua
rakaat yang ringan, kemudian shalat delapan kemudian berwitir. Pada lafadh lain: Adalah Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam shalat Isya, kemudian menambah dengan dua rakaat, aku telah siapkan siwak dan air wudhunya dan berwudlu kemudian shalat dua rakaat, kemudian bangkit dan shalat
delapan rakaat, beliau menyamakan bacaan antara rakaat-rakaat itu,
kemudian berwitir pada rakaat yang ke sembilan. Ketika Rasulullah
shallallahu `alaihi wa sallam sudah berusia lanjut dan gemuk, beliau
jadikan yang delapan rakaat itu menjadi enam rakaat kemudian ia berwitir
pada rakaat yang ketujuh, kemudian beliau shalat dua rakaat dengan duduk, beliau membaca pada dua rakaat itu “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Idza zulzilat.”
Penjelasan.
Dikeluarkan oleh Thahawi 1/156 dengan dua sanad yang shahih. Bagian pertama dari lafadh yang pertama juga dikeluarkan oleh Muslim
11/184; Abu Awanah 1/304, semuanya diriwayatkan melalui jalan Hasan
Al-Bashri dengan mu`an`an, tetapi Nasai meriwayatkannya (1:250) dan
juga Ahmad V:168 dengan tahdits. Lafadh kedua ini menurut Thahawi jelas
menunjukan bahwa jumlah rakaatnya 13, ini menunjukan bahwa
perkataannya di lafadh yang pertama: “kemudian ia berwitir” maksudnya
tiga rakaat. Memahami seperti ini gunanya agar tidak timbul perbedaan
jumlah rakaat antara riwayat Ibnu Abbas dan Aisyah.
Kalau kita perhatikan lafadh kedua, maka di sana Aisyah menyebutkan dua rakaat yang ringan setelah shalat Isya’nya, tetapi tidak menyebutkan adanya shalat
ba’diyah Isya. Ini mendukung kesimpulan penulis pada uraian terdahulu
bahwa dua rakaat yang ringan itu adalah sunnah ba`diyah Isya.
Kedua
Shalat 13 rakaat, yaitu
8 rakaat (memberi salam setiap dua rakaat) ditambah lima rakaat witir,
yang tidak duduk kecuali pada rakaat terakhir (kelima).
Tentang ini ada riwayat dari Aisyah sebagai berikut: Adalah Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam tidur, ketika bangun beliau bersiwak kemudian berwudhu, kemudian shalat
delapan rakat, duduk setiap dua rakaat dan memberi salam, kemudian
berwitir dengan lima rakaat, tidak duduk kecuali ada rakaat kelima, dan
tidak memberi salam kecuali pada rakaat yang kelima. Maka ketika
muadzin beradzan, beliau bangkit dan shalat dua rakaat yang ringan.
Penjelasan :
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad II:123, 130, sanadnya shahih menurut persyaratan Bukhari dan Muslim. Dikeluarkan juga oleh Muslim
II:166; Abu Awanah II:325, Abu Daud 1:210; Tirmidzi II:321 dan beliau
mengesahkannya. Juga oleh Ad-Daarimi 1:371, Ibnu Nashr pada halaman
120-121; Baihaqi III:27; Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla III:42-43.
Semua mereka ini meriwayatkan dengan singkat, tidak disebut padanya
tentang memberi salam pada tiap dua rakaat, sedangkan Syafi’i 1:1/109,
At-Thayalisi 1:120 dan Hakim 1:305 hanya meriwayatkan tentang witir lima
rakaat saja.
Hadits ini juga mempunyai syahid dari Ibnu Abbas, diriwayatkan oleh
Abu Dawud 1:214 daan Baihaqi III:29, sanad keduanya shahih. Kalau kita
lihat sepintas lalu, seakan-akan riwayat Ahmad ini bertentangan dengan
riwayat Aisyah yang membatas bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa
sallam tidak pernah mengerjakan lebih dari sebelas rakaat, sebab pada
riwayat ini jumlah yang dikerjakan Nabi
shallallahu `alaihi wa sallam adalah 13 rakaat ditambah 2 rakaat
qabliyah Shubuh. Tetapi sebenarnya kedua riwayat ini tidak bertentangan
dan dapat dijama’ seperti pad uraian yang lalu. Kesimpulannya dari 13
rakaat itu, masuk di dalamnya 2 rakaat Iftitah atau 2 rakaat ba’diyah
Isya.
Ketiga.
Shalat 11 rakaat, dengan salam setiap dua rakaat dan berwitir 1 rakaat.
Dasarnya hadits Aisyah berikut ini: “Adalah Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam shalat pada waktu antara selesai shalat Isya, biasa juga orang menamakan shalat
`atamah hingga waktu fajar, sebanyak 11 rakaat, beliau memberi salam
setiap dua rakaat dan berwitir satu rakaat, beliau berhenti pada waktu
sujudnya selama seseorang membaca 50 ayat sebelum mengangkat kepalanya”.
Penjelasan:
Diriwayatkan oleh Muslim II:155 dan Abu Awanah II:326; Abu Dawud I:209; Thahawi I:167; Ahmad II:215, 248. Abu Awanah dan Muslim juga meriwayatkan dari hadits Ibnu Umar, sedangkan Abu Awanah juga dari Ibnu Abbas.
Mendukung riwayat ini adalah Ibnu Umar juga: Bahwa seorang laki-laki
bertanya kepada Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam tentang shalat malam, maka sabdanya: Shalat malam itu dua rakaat dua rakaat. Kalau seseorang daripada kamu khawatir masuk waktu Shubuh, cukup dia shalat satu rakaat guna menggajilkan jumlah rakaat yang ia telah kerjakan.
Riwayat Malik I:144, Abu Awanah II:330-331, Bukhari II:382,385,
MuslimII:172. Ia menambahkan (Abu Awanah): “Maka Ibnu Umar ditanya: Apa
yang dimaksud dua rakaat - dua rakaat itu? Ia menjawab: Bahwasanya
memberi salam di tiap dua rakaat.”
Keempat.
Shalat 11 rakaat yaitu sholat 4 rakaat dengan 1 salam, empat rakaat salam lagi, kemudian tiga rakaat.
Haditsnya adalah riwayat Bukhari Muslim
sebagaimana disebutkan terdahulu. Menurut dhahir haditsnya, beliau
duduk di tiap-tiap dua rakaat tetapi tidak memberi salam, demikianlah
penafsiran Imam Nawawi. Yang seperti ini telah diriwayatkan dalam
beberapa hadits dari Aisyah bahwasanya Rasulullah shallallahu `alaihi
wa sallam tidak memberi salam antara dua rakaat dan witir, namun riwayat-riwayat itu lemah, demikianlah yang disebutkan oleh Al-Hafidh Ibnu Nashr, Baihaqi dan Nawawi.
Hadits yg menyatakan Rasululloh SAW shalat tarawih 4 raka’at dg 1 salam adalah sebagai berikut:
“Nabi Saw. salat tidak lebih dari sebelas rakaat, baik dalam bulan
Ramadhan maupun lainnya: Beliau salat empat rakaat –jangan tanya tentang
bagus dan lamanya– kemudian empat rakaat lagi—jangan tanya pula
tentang bagus dan lamanya–, kemudian tiga rakaat…” (HR. Muslim)
Kelima
Shalat 11 rakaat
dengan perincian 8 rakaat yang beliau tidak duduk kecuali pada rakaat
kedelapan tersebut, maka beliau bertasyahud dan bershalawat atas Nabi,
kemudian bangkit dan tidak memberi salam, selanjutnya beliau witir
satu rakaat, kemudian memberi salam (maka genap 9 raka’at). Kemudian Nabi sholat 2 raka’at sambil duduk.
Dasarnya adalah hadits Aisyah radliallahu `anha, diriwayatkan oleh
Sa’ad bin Hisyam bin Amir. Bahwasanya ia mendatangi Ibnu Abbas dan
menanyakan kepadanya tentang witir Rasulullah shallallahu `alaihi wa
sallam maka Ibnu Abbas berkata: Maukah aku tunjukan kepada kamu orang
yang paling mengetahui dari seluruh penduduk bumi tentang witirnya
Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam: Ia bertanya siapa dia? Ia
berkata: Aisyah radlillahu anha, maka datangilah ia dan Tanya kepadanya:
Maka aku pergi kepadnya, ia berkata: Aku bertanya; Hai Ummul mukminin
khabarkan kepadaku tentang witir Rasulullah shallallahu `alaihi wa
sallam, Ia menjawab: Kami biasa menyiapkan siwak dan air wudlunya, maka
ia bersiwak dan berwudlu dan shalat
sembilan rakaat tidak duduk padanya kecuali pada rakaat yang
kedelapan, maka ia mengingat Allah dan memuji-Nya dan bershalawat
kepada nabi-Nya dan berdoa, kemudian bangkit dan tidak memberi salam,
kemudian berdiri dan shalat
(rakaat) yang kesembilan, kemudian beliau duduk dan mengingat Allah
dan memujinya (at tahiyat) dan bershalawat atas nabi-Nya shallallahu
`alaihi wa sallam dan berdoa, kemudian memberi salam dengan salam yang
diperdengarkan kepada kami, kemudian shalat
dua rakat setelah beliau memberi salam, dan beliau dalam keadaan
duduk, maka yang demikian jumlahnya sebelas. Wahai anakku, maka ketika Nabi
shallallahu `alaihi wa sallam menjadi gemuk, beliau berwitir tujuh
rakaat, beliau mengerjakan di dua rakaat sebagaimana yang beliau
kerjakan (dengan duduk). Yang demikian jumlahnya sembilan rakaat wahai
anakku.
Penjelasan
Diriwayatkan oleh Muslim
II:169-170, Abu Awanah II:321-325, Abu Dawud I:210-211, Nasai
I/244-250, Ibnu Nashr halaman 49, Baihaqi III:30 dan Ahmad
VI:53,54,168.
Keenam.
Shalat 9 rakaat, dari
jumlah ini, 6 rakaat beliau kerjakan tanpa duduk (tasyahud) kecuali
pada rakaat yang keenam tersebut, beliau bertasyahud dan bershalawat
atas Nabi shallallahu `alaihi wa sallam kemudian beliau bangkit dan tidak memberi salam sedangkan beliau dalam keadaan duduk.
Yang menjadi dasar adalah hadits Aisyah radiyallahu anha seperti telah disebutkan pada cara yang kelima.
Itulah cara-cara shalat malam dan witir
yng pernah dikerjakan Rasulullah, cara yang lain dari itu bisa juga
ditambahkan yang penting tidak melebihi sebelas rakaat. Adapun kurang
dari jumlah itu tidak dianggap menyalahi karena yang demikian memang
dibolehkan, bahkan berwitir satu rakaatpun juga boleh sebagaimana
sabdanya yang lalu: “….Maka barang siapa ingin maka ia boleh berwitir 5
rakaat, dan barangsiapa ingin ia boleh berwitir 3 rakaat, dan
barangsiapa ingin ia boleh berwitir dengan satu rakaat.”
Hadits di atas merupakan nash boleh ia berwitir dengan salah satu
dari rakaat-rakaat tersebut, hanya saja seperti yang dinyatakan hadits
Aisyah bahwasaya beliau tidk berwitir kurang dari 7 rakaat.
Tentang witir yang lima rakaat dan tiga rakaat dapat dilakukan dengan berbagai cara:
a. Dengan sekali duduk dan sekali salam
b. Duduk at tahiyat setiap dua rakaat
c. Memberi salam setiap dua rakaat
Al-Hafidh Muhammad bin Nashr al-Maruzi dalam kitab Qiyamul Lail halaman 119 mengatakan: Cara yang kami pilih untuk mengerjakan shalat
malam, baik Ramadlan atau lainnya adalah dengan memberi salam setiap
dua rakaat. Kalau seorang ingin mengerjakan tiga rakaat, maka di rakaat
pertama hendaknya membaca surah “Sabbihisma Rabbikal A’la” dan pada
rakaat kedua membaca surah “Al-Kafirun”, dan bertasyahud dirakaat kedua
kemudian memberi salam. Selanjutya bangkit lagi dan shalat
satu rakaat, pada rakaat ini dibaca Al-Fatihah dan Al-Ikhlash,
Mu`awwidzatain (Al-Falaq dan An-Naas), setelah itu beliau (Muhammad bin
Nashr) menyebutkan cara-cara yang telah diuraikan terdahulu.
Semua cara-cara tersebut boleh dilakukan, hanya saja kami pilih cara yang disebutkan di atas karen didasarkan pada jawaban Nabi shallallahu `alaihi wa sallam ketika beliau ditanya tentang shalat malam, maka beliau menjawab: bahwa shalat malam itu dua rakaat dua rakaat, jadi kami memilih cara seperti yang beliau pilih.
Adapun tentang witir yang tiga rakaat, lamitidak dapatkan keterangan yang pasti dan terperinci dari Nabi
shallallahu `alaihi wa sallam bahwasanya beliau tidak memberi salam
kecuali pada rakat yang ketiga, seperti yang disebutkan tentang Witir
lima rakaat, tujuh dan sembilan rakaat. Yang kami dapati adalah bahwa
beliau berwitir tiga rakaat dengan tidak disebutkan tentang salam
sedangkan tidak disebutkan itu tidak dapat diartikan bahwa beliau tidak
mengerjakan, bahkan mungkin beliau melakukannya.
Yang jelas tentang pelaksanaan yang tiga rakaat ini mengandung
beberapa ihtimaalat (kemungkinan), diantaranya kemungkinan beliau justru
memberi salam, karena demikialah yang kami tafsirkan dari shalat
beliau yang sepuluh rakaat, meskipun di sana tidak diceritakan tentang
adanya salam setiap dua rakaat, tapi berdasar keumuman sabdanya bahwa
asal shalat malam atau siang itu adalah dua rakaat, dua rakaat.
Sedangkan hadits Ubay bin Ka’ab yang sering dijadikan dasar tidak
adanya salam kecuali pada rakaat yang ketiga (laa yusallimu illa fii
akhirihinna), ternyata tambahan ini tidak dapat dipakai, karena Abdul
Aziz bin Khalid bersendiri dengan tambahan tersebut, sedangkan Abdul
Aziz ini, tidak dianggap tsiqah oleh ulama Hadits. Dalam at-Taqrib
dinyatakan bahwa dia maqbul apabila ada mutaba’ah (hadits lain yang
mengiringi), kalau tidak ia termasuk Layyinul Hadits. Di samping itu
tambahan riwayatnya menyalahi riwayat dari Sa’id bin Abi Urubah yang
tanpa tambahan tersebut. Ibnu Nashr, Nasai dan Daruqutni juga
meriwayatkan tanpa tambahan. Dengan ini, jelas bahwa tambahan tersebut
adalah munkar dan tidak dapat dijadikan hujjah.
Tapi walaupun demikian diriwayatkan bahwa shahabat-shahabat Nabi
shallallahu `alaihi wa sallam mengerjakan witir tiga rakaat dengan
tanpa memberi salam kecuali pada rakaat yang terakhir dan ittiba’
kepada mereka ini lebih baik baik daripada mengerjakan yang tidak
dicontohkan. Dari sisi lain perlu juga diketengahkan bahwa terdapat
banyak riwayat baik dari Nabi shallallahu `alaihi wa sallam, para shahabat ataupun tabi’in yang menunjukan tidak disukainya shalat
witir tiga rakaat, diantaranya: “Janganlah engkau mengerjakan witir
tiga rakaat yang menyerupai Maghrib, tetapi hendaklah engkau berwitir
lima rakaat.” (HR. Al-Baihaqi, At Thohawi dan Daruquthny dan selain
keduanya, lihat Sholatut Tarawih hal 99-110).
Hadits ini tidak dapat dipakai karena mempunyai kelemahan pada
sanadnya, tapi Thahawi meriwayatkan hadits ini melalui jalan lain dengan
sanad yang shahih. Adapun maksudnya adalah melarang witir tiga rakaat
apabila menyerupai Maghrib yaitu dengan dua tasyahud, namun kalau witir
tiga rakaat dengan tidak pakai tasyahud awwal, maka yang demikian
tidak dapat dikatakan menyerupai. Pendapat ini juga dinyatakan oleh
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari II:385 dan dianggap baik oleh Shan’aani
dalam Subulus Salam II:8.
Kesimpulan dari yang kami uraikan di atas bahwa semua cara witir
yang disebutkan di atas adalah baik, hanya perlu dinyatakan bahwa witir
tiga rakaat dengan dua kali tasyahhud, tidak pernah ada contohnya dari
Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bahkan yang demikian tidak
luput dari kesalahan, oleh karenanya kami memilih untuk tidak duduk di
rakaat genap (kedua), kalau duduk berarti memberi salam, dan cara ini
adalah yang lebih utama
Kesimpulan.
umumnya di Indonesia dilakukan Shalat tarawih dengan dua macam. yaitu shalat
tarawih 20 rakaat ditambah witir 3 rakaat. dengan masing-masing di
lakukan satu kali salam tiap dua rakaat, begitu juga dengan witir dua
rakaat satu kali salam dan dilanjutkan satu rakaat satu kali salam. Jadi
total adalah 23 rakaat. Sedangkan shalat
tarawih 8 rakaat di tambah witir 3 rakaat. dengan masing-masing di
lakukan satu kali salam tiap dua rakaat, begitu juga dengan witir dua
rakaat satu kali salam dan dilanjutkan satu rakaat satu kali salam,
jadi total adalah 11 rakaat. semoga perbedaan ini bukan jadi sarana
perpecahan kita tapi jadi ajang silaturahmi bagi kita
Saturday, July 14, 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment